Bagaimana pemeriksaan IGRA bisa membawa Indonesia lebih dekat ke Eliminasi TBC 2030

30 September 2024

Salam sehat, Sobat TB.
Pada artikel kali ini, kita akan membahas mengenai bagaimana pemeriksaan IGRA bisa membawa Indonesia lebih dekat ke Eliminasi TBC 2030. Simak pembahasannya pada artikel di bawah!

Pemeriksaan IGRA

Indonesia sedang memasuki fase baru dalam upaya penanggulangan tuberkulosis (TBC). Salah satu langkahnya adalah dengan mengadopsi pendekatan pencegahan yang lebih canggih melalui Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT). Dalam konteks ini, penggunaan Interferon-Gamma Release Assays (IGRA) sebagai alat diagnostik memiliki potensi besar untuk mengubah penanggulangan TBC di negara ini. Pemeriksaan IGRA adalah tes darah yang lebih akurat dalam mendeteksi infeksi TBC (ITB) dibandingkan dengan tuberculin tes. IGRA bekerja dengan cara mengukur respon sistem kekebalan tubuh, khususnya dengan mengukur pelepasan interferon-gamma (IFN-γ) oleh sel-sel darah putih saat terpapar antigen spesifik bakteri Mycobacterium tuberculosis. IGRA adalah tes tidak langsung, karena tidak secara langsung mendeteksi bakteri, melainkan respon kekebalan tubuh terhadap paparan antigen. Mekanisme ini memungkinkan IGRA lebih akurat untuk mendeteksi infeksi aktif dibandingkan uji tuberkulin.

Dengan penerapan IGRA untuk individu yang berisiko tinggi terpapar TBC, diharapkan deteksi dini dan pengobatan Infeksi Tuberkulosis menggunakan TPT dapat ditingkatkan, sehingga mengurangi penularan penyakit dan meningkatkan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.

Keunggulan IGRA dalam Tuberkulosis (TBC)

Keunggulan IGRA terletak pada kemampuannya memberikan diagnosis yang lebih akurat. Dibandingkan metode tradisional seperti Tuberculin Skin Test (TST) atau Mantoux test, IGRA lebih unggul. IGRA memiliki sensitivitas sekitar 80-90 %. Sensitivitas menunjukkan kemampuan tes untuk mendeteksi orang yang benar-benar memiliki penyakit atau kondisi tersebut. Dan spesifisitas 95 %. Spesifitas menunjukkan kemampuan tes untuk mengidentifikasi orang yang benar-benar tidak memiliki penyakit atau kondisi tersebut.

Salah satu masalah utama dengan TST adalah pengaruh vaksinasi BCG, yang telah diterapkan secara luas di Indonesia dan sering menyebabkan hasil false positive (positif palsu/ hasil tes menunjukkan bahwa seseorang memiliki penyakit atau kondisi tertentu, padahal sebenarnya tidak ada). Vaksinasi BCG, yang diberikan untuk melindungi terhadap tuberkulosis (TBC), dapat menyebabkan reaksi positif pada TST meskipun individu tersebut tidak terinfeksi TBC.

Hal ini mengakibatkan banyaknya hasil false positive, yang pada gilirannya dapat menyebabkan pengobatan yang tidak perlu dan penggunaan sumber daya kesehatan yang tidak efisien. Sebaliknya, IGRA tidak dipengaruhi oleh vaksinasi BCG, sehingga memberikan hasil yang lebih spesifik dan relevan dalam mendeteksi ITB. Dengan menggunakan antigen spesifik TBC yang tidak ada dalam vaksin BCG, IGRA mampu membedakan antara infeksi TBC sebenarnya dan reaksi akibat vaksinasi, sehingga mengurangi kemungkinan hasil false positive.

Baca juga: Yuk Kenali Obat TPT! 

Dengan hasil yang lebih akurat, IGRA dapat meminimalisir pengobatan yang tidak perlu dan memastikan bahwa sumber daya medis digunakan secara efisien. Ini berarti bahwa pasien yang yang telah mendapatkan hasil positif dengan pemeriksaan IGRA adalah mereka yang benar memerlukan terapi pencegahan. Mereka masuk kedalam kelompok beresiko yang dapat teridentifikasi lebih awal, sehingga hal tersebut mengurangi risiko pemberian terapi pencegahan yang kurang tepat dan memaksimalkan hasil dari upaya pencegahan. Pemberian terapi pencegahan yang tidak diperlukan, tidak hanya membebani sistem kesehatan tetapi juga dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan pada pasien.

Dengan pemeriksaan IGRA, tenaga medis dapat lebih yakin dalam menentukan siapa yang benar-benar membutuhkan terapi pencegahan, sehingga meningkatkan efisiensi dan efektivitas program pengendalian TBC. Selain itu, dengan mengurangi jumlah kasus false positive, IGRA membantu mengurangi beban pada fasilitas kesehatan dan memungkinkan alokasi sumber daya yang lebih baik untuk masyarakat terdampak TBC yang benar-benar membutuhkan perawatan. Dengan demikian, IGRA memainkan peran penting dalam strategi pencegahan TBC yang lebih efektif dan efisien, membantu Indonesia mendekati target Eliminasi TBC 2030.

Tantangan Implementasi IGRA di Indonesia

Tantangan besar dalam implementasi Interferon-Gamma Release Assays (IGRA) di Indonesia masih dijumpai, meskipun teknologi ini menawarkan manfaat yang cukup signifikan. Survei kecil yang dilakukan oleh Yayasan KNCV Indonesia (YKI) di 23 Puskesmas dan Rumah Sakit Umum menunjukkan bahwa tidak satu pun dari fasilitas tersebut yang menyediakan pemeriksaan IGRA di dalam fasilitas kesehatan. Alasan utama yang sering dikemukakan adalah kekhawatiran tentang biaya IGRA yang tinggi.

Biaya awal penerapan IGRA lebih tinggi dibandingkan dengan TST, menjadi kendala utama. IGRA memerlukan investasi yang cukup besar, termasuk untuk penyediaan alat diagnostik dan pelatihan tenaga medis. Meskipun hanya memerlukan satu kali tes dan tidak terpengaruh oleh vaksin BCG. Tantangan ini mencerminkan kendala finansial dan operasional yang masih dihadapi oleh fasilitas kesehatan di Indonesia.

Untuk mengatasi hambatan ini, pendekatan kolaboratif antara pemerintah, sektor swasta, dan organisasi internasional sangat diperlukan. Dukungan dari semua pihak dapat membantu mengurangi biaya dan memastikan ketersediaan IGRA di seluruh fasilitas kesehatan. Selain itu, pelatihan yang memadai untuk tenaga medis juga penting agar mereka dapat memanfaatkan teknologi ini secara efektif.

Dengan mengatasi tantangan ini melalui upaya bersama dan investasi yang tepat, IGRA dapat diintegrasikan secara lebih luas dalam strategi pengendalian TBC di Indonesia. Langkah ini tidak hanya akan meningkatkan akurasi diagnosis tetapi juga memperkuat upaya pencegahan TBC. Selain itu juga dapat mengurangi beban penyakit, dan membantu Indonesia mencapai target Eliminasi TBC 2030.

Pemeriksaan IGRA: Langkah Strategis Menuju Eliminasi TBC 2030

Langkah Indonesia untuk mengintegrasikan IGRA ke dalam strategi pencegahan TBC mencerminkan komitmen negara untuk meningkatkan akses layanan kesehatan mencapai target Eliminasi TBC 2030. Ini adalah investasi untuk masa depan di mana TBC dapat dikendalikan dengan lebih baik dan menjadi penyakit yang dapat dicegah lebih efektif.

Kementerian Kesehatan Indonesia telah mengadakan pelatihan dan lokakarya untuk meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam mengelola Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT), termasuk bagi kontak serumah dan orang yang hidup dengan HIV (ODHIV). Selain itu, penemuan kasus aktif dan pemberian TPT dilakukan di berbagai wilayah, dengan sasaran populasi berisiko tinggi. Namun, terdapat beberapa tantangan seperti penolakan TPT oleh individu yang merasa sehat, keterbatasan kapasitas tenaga kesehatan, dan masalah logistik. Untuk mengatasi tantangan ini, Kementerian Kesehatan merekomendasikan penggunaan TPT paduan jangka pendek dan memperluas distribusinya ke seluruh provinsi.

Baca Juga: Apa itu TPT untuk TBC Kebal Obat (TBC RO)?

Cakupan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) di Indonesia, untuk kontak serumah yang menerima TPT sebesar 35.006 dari jumlah estimasi 1.364.044 orang. Angka ini masih sangat rendah, hanya mencakup 2,6% pada tahun 2023. Untuk anak yang berusia kurang dari 5 tahun, sebanyak 6.325 anak hanya 5,1% yang menerima TPT pada tahun 2023, dari jumlah estimasi dari 122.764 anak berusia kurang dari 5 tahun. Menurut petunjuk teknis penanganan ILTB tahun 2020 dari Kementerian Kesehatan RI, TPT direkomendasikan untuk kelompok berisiko tinggi ODHIV, kontak serumah, orang dengan kondisi imunokompromais, warga binaan pemasyarakatan, tenaga kesehatan, dan kelompok lainnya. Namun pada pelaksanaannya terdapat beberapa hambatan. Diantaranya kekhawatiran akan efek samping, masih rendahnya literasi kesehatan masyarakat, dan ketersediaan obat TPT yang terbatas dengan memprioritaskan kabupaten dengan beban TBC dan beban HIV yang tinggi.

Upaya Komprehensif yang Dapat Dilakukan

Namun, pencapaian target ini memerlukan upaya yang komprehensif. Indonesia telah memiliki target untuk cakupan TPT hingga 80% untuk kontak serumah dan 95% untuk orang dengan HIV pada tahun 2026. Tentunya target ini memerlukan berbagai tindakan. Diantaranya meningkatkan literasi kesehatan masyarakat, memastikan pasokan obat yang stabil, dan memberikan dukungan yang memadai kepada petugas kesehatan.

Meningkatkan literasi kesehatan masyarakat adalah langkah awal yang penting untuk memastikan bahwa individu memahami pentingnya pencegahan dan pengobatan TBC. Hal ini termasuk tentang manfaat IGRA dan bagaimana pencegahan TBC dapat mengurangi risiko penularan dan komplikasi penyakit. Memastikan pasokan obat yang stabil. Utamanya adalah pada rejimen yang lebih pendek (3HP), dan memastikan pengobatan yang konsisten bagi mereka yang membutuhkannya. Dukungan kepada petugas kesehatan juga krusial, karena motivasi dan keterampilan mereka mempengaruhi keberhasilan program pencegahan TBC.

Dengan meningkatkan akses terhadap pemeriksaan IGRA dan memanfaatkan teknologi diagnostik ini secara efektif, Indonesia dapat mencapai kemajuan signifikan dalam pengendalian TBC. Peningkatan akses terhadap IGRA akan mengurangi beban penyakit, menghemat biaya pengobatan, dan menyelamatkan nyawa. Adopsi IGRA juga akan menempatkan Indonesia di garis depan dalam perjuangan global melawan TBC. Juga menjadi contoh bagi negara-negara dengan beban TBC tinggi lainnya.

Kisah sukses IGRA di Indonesia bukan hanya tentang teknologi. Ini adalah tentang kepemimpinan strategis dan komitmen untuk mengatasi tantangan global dalam kesehatan masyarakat. Dengan upaya yang terkoordinasi dan investasi yang tepat, Indonesia dapat mencapai target Eliminasi TBC 2030 dan memberikan inspirasi bagi negara lain dalam perjuangan melawan tuberkulosis.

Referensi :

Jaswal, M. R., Farooq, S., Hussain, H., Shah, J., Nasir, K., Khalil, A., … & McQuaid, C. F. (2024). TBC disease yield from household contact screening of TBC index patients in Pakistan. The International Journal of Tuberculosis and Lung Disease28(8), 374-380.

Coussens, A. K., Zaidi, S. M., Allwood, B. W., Dewan, P. K., Gray, G., Kohli, M., … & Yi, S. (2024). Classification of early tuberculosis states to guide research for improved care and prevention: an international Delphi consensus exercise. The Lancet Respiratory Medicine12(6), 484-498.

Mazurek, G. H., Jereb, J., Vernon, A., LoBue, P., Goldberg, S., Castro, K., … & Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2010). Updated guidelines for using interferon gamma release assays to detect Mycobacterium tuberculosis infection-United States, 2010. MMWR Recomm Rep59(RR-5), 1-25.

Pradipta, I. S., Idrus, L. R., Probandari, A., Lestari, B. W., Diantini, A., Alffenaar, J. W. C., & Hak, E. (2021). Barriers and strategies to successful tuberculosis treatment in a high-burden tuberculosis setting: a qualitative study from the patient’s perspective. BMC Public Health21, 1-12.

The Ministry Of Health Republic Of Indonesia (2023).revised national strategy of tuberculosis care and prevention in indonesia 2020-2024 and interim plan for 2025-2026

Apriani, L., McAllister, S., Sharples, K., Aini, I. N., Nurhasanah, H., Ratnaningsih, D. F., … & Hill, P. C. (2024). Tuberculin skin test and Interferon-gamma release assay agreement, and associated factors with latent tuberculosis infection, in medical and nursing students in Bandung, Indonesia. PloS one19(3), e0299874.

Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. (2024, April 25). Kebijakan dan Situasi Program TBC Anak & TPT [PowerPoint presentation]. Webinar Series Dalam Rangka Kegiatan Hari Tuberkulosis Sedunia 2024 Membangun Indonesia Emas, Lindungi Anak dan Remaja dari TBC.

Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (2024, Mei 17). Kebijakan dan Situasi Program TBC & TPT [PowerPoint presentation]. Webinar Series Dalam Rangka Kegiatan Hari Tuberkulosis Sedunia 2024 Memutus Rantai Penularan TBC melalui Investigasi Kontak dan Terapi Pencegahan TBC.

  • 21 August 2024

    Tidak semua orang yang terinfeksi TBC akan mengalami gejala penyakit TBC Semua orang bisa terkena [...]

  • 21 August 2024

    Menurut WHO Global TB Report 2023, Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban TBC resistan [...]

  • 20 August 2024

    Jakarta – Dalam rangka memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia yang ditetapkan setiap tanggal 24 Maret, [...]

  • 2 April 2024

    Perjuangan Indonesia Melawan TBC RO Perjuangan Indonesia melawan TBC RO terus berlanjut. Upaya tersebut [...]