Beban Ganda: Melawan Diabetes dan Tuberkulosis

11 October 2023

[Scroll down for English version]

Ibu D, seorang ibu rumah tangga, menghadapi masalah Kesehatan yang berat di awal tahun 2023. Suatu hari di bulan Januari lalu, Ibu D merasa sangat lemas disertai keluar banyak keringat dingin. Khawatir hal ini disebabkan oleh penyakit Diabetes Mellitus yang diidapnya dan memang tidak terkontrol dengan rutin, suami Ibu D mengantarkannya ke IGD salah satu rumah sakit swasta di Kota Semarang. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter di IGD, diketahui kadar gula darah Ibu D saat itu mencapai 512 mg/dL. Namun, di IGD, Ibu D juga menyampaikan kepada dokter gejala lain yang sedang ia rasakan: ia sering batuk beberapa waktu terakhir ini. Bu D melakukan foto ronsen dada atas arahan dokter dan hasilnya menunjukkan gambaran ke arah tuberkulosis (TBC) paru.

Sukses menggunakan BPaL

Ibu D dirawat inap untuk mendapatkan penanganan terkait kondisinya, sambil dokter melanjutkan evaluasi dugaan TBC dengan melakukan pemeriksaan dahak. Hasil pemeriksaan dahak Ibu menunjukkan beliau terkena TBC. Namun dokter menyampaikan bahwa bakteri yang ada di paru-paru Ibu D bukan bakteri TBC biasa, melainkan bakteri yang telah kebal obat atau TBC resistan obat (TBC RO). Setelah selesai rawat inap, dokter berencana merujuk Ibu D ke RSUP Dr. Kariadi Semarang untuk memulai pengobatan TBC RO. Meskipun diliputi rasa penyangkalan dan takut akan diagnosis yang baru pertama kali ia dapatkan ini serta pengobatan yang akan dijalani, Ibu D menguatkan diri dan mengikuti saran dokter.

Di RSUP Dr. Kariadi, Ibu D memulai pengobatan dengan paduan jangka pendek yang diresepkan oleh dokter, yang mengharuskan Ibu D meminum 22 tablet obat setiap harinya selama 11 bulan ke depan. Selama 13 hari Ibu D berupaya untuk meminum obat sesuai anjuran Dokter. Namun karena merasakan efek samping mual dan muntah hebat yang menyebabkan sulit untuk makan dan berat badan turun, akhirnya dokter memutuskan untuk mengganti pengobatan Ibu D ke paduan pengobatan TBC RO terbaru berdurasi 6 bulan yang bernama paduan BPaL. Selain durasi pengobatannya yang lebih pendek, dokter menjelaskan bahwa jumlah obat BPaL lebih sedikit karena hanya menggunakan 3 jenis obat, dan diharapkan efek samping yang Ibu D rasakan juga akan berkurang.

Selama menjalani pengobatan BPaL, Ibu D tetap disiplin meminum seluruh obat sesuai jadwal, termasuk untuk pengobatan diabetesnya. Dokter meresepkan insulin dan juga beberapa obat minum untuk mengontrol gula darah Ibu D (metformin dan glimepirid). Selain harus mengonsumsi obat secara rutin, Dokter juga menyarankan untuk mengatur pola makan dengan gizi seimbang dan mengurangi asupan gula. Keinginan Ibu D sangat besar untuk dapat menjalankan semua anjuran dari dokter, namun dikarenakan keterbatasan finansial keluarganya, Ibu D merasa cukup sulit untuk mengubah pola makannya. Sering kali Ibu D sehari-hari hanya dapat mengkonsumsi nasi dengan mie instan tanpa lauk-pauk. Meskipun begitu, Ibu D tetap berupaya untuk melakukan apa yang dapat ia lakukan: disiplin dalam mengkonsumi obat diabetesnya dan datang untuk evaluasi rutin gula darahnya ke rumah sakit sesuai jadwal. Karena pengobatan TBC yang Ibu D jalani memerlukan kunjungan rutin ke rumah sakit karena jadwal pemantauan pengobatan yang ketat, ia juga menerima evaluasi ketat terhadap kadar gula darahnya dan perkembangan pengobatan diabetesnya.

Setelah 6 bulan minum obat dengan rutin, Dokter menyatakan bahwa Ibu D telah sembuh dari TBC. Meski mengalami beberapa efek samping selama menjalani pengobatan, seperti mual, muntah, dan anemia, ia merasa keluhannya semakin membaik seiring berjalannya waktu dengan evaluasi dan penatalaksanaan rutin dari dokter. Tidak hanya itu, dokter juga menyampaikan bahwa kondisi gula darah Ibu D sudah terkontrol baik. Dibandingkan dengan saat sebelum gula darahnya terkontrol dan TBC-nya diobati, Ibu D merasakan badannya sekarang terasa jauh lebih ringan. “Sekarang sudah tidak ada gemetar, lemas, dan keringat dingin. Rasanya seperti tidak ada apa-apa. Dan karena TBC saya sudah sembuh, saya juga sudah berani ikut lagi kegiatan pengajian dan PKK tanpa takut menularkan kepada orang lain.”

Walaupun saat ini sudah dinyatakan sembuh dari TBC, Ibu D mengingat pesan dari dokter untuk selalu mengontrol gula darahnya agar tidak terjadi kekambuhan dari TBC. “Saya berterima kasih kepada seluruh tenaga kesehatan di rumah sakit yang sudah mengobati saya sampai sembuh, juga untuk suami dan anak-anak saya yang selalu mendukung saya untuk menjalani pengobatan.”

English Version

Double Trouble: A Fight against Diabetes and Tuberculosis

 

Mrs. D, a housewife, faced a significant challenge at the beginning of 2023. Early January, Mrs. D felt extremely weak with cold sweats. Concerned that this might be due to her poorly controlled Diabetes Mellitus, Mrs. D’s husband rushed her to the emergency room of a hospital in Semarang City. During the examination by a doctor, it was discovered that Mrs. D’s blood sugar level had soared to 512 mg/dL. However, at the emergency room Mrs. D also mentioned another symptom to the doctor: that lately she had developed a persistent cough. Following the doctor’s recommendation, Mrs. D underwent a chest X-ray, which revealed signs of pulmonary tuberculosis (TB).

Mrs. D was admitted to the hospital to receive treatment for her condition. The doctor conducted a sputum examination to further assess her cough, and the results confirmed a diagnosis of drug-resistant TB (DR-TB). After her discharge from the hospital, the doctor referred Mrs. D to Kariadi Hospital, a PMDT hospital in Semarang City, to initiate DR-TB treatment. Despite her initial fear and anxiety about the diagnosis and treatment – as this was the first time she had been diagnosed with TB – Mrs. D gathered her strength and followed the doctor’s guidance.

At Kariadi Hospital, Mrs. D commenced treatment with a short-term DR-TB regimen prescribed by the doctor, which required her to take 22 pills daily for the next 11 months. For the first 13 days, Mrs. D attempted to follow the medication regimen as instructed. However, due to severe nausea and vomiting side effects, which made eating difficult and resulted in weight loss, the doctor decided to switch Mrs. D to a newer 6-month DR-TB treatment regimen called BPaL. Alongside a shorter treatment duration, the doctor explained that she would be taking fewer pills, hopefully leading to fewer side effects.

While undergoing the BPaL treatment, Mrs. D remained disciplined in taking all her medications as scheduled, including those for her diabetes. The doctor prescribed insulin, as well as several oral diabetic medications (metformin and glimepiride), to control Mrs. D’s blood sugar level. In addition to her regular medication, the doctor also recommended a diet with balanced nutrition and a reduction in carbohydrate/sugar intake. Mrs. D has a strong desire to follow all of the doctor’s recommendations, but due to her family’s financial limitations, she finds it challenging to make dietary changes. Often, Mrs. D can only afford to consume rice and instant noodles every day without any side dishes. Nevertheless, Mrs. D continues to make every effort she can, maintaining discipline in taking her diabetes medication and attending routine blood sugar evaluations at the hospital as scheduled. As her TB treatment required frequent visits to the hospital due to a tight treatment monitoring schedule, she also received rigorous evaluation of her blood sugar levels and diabetes treatment progression.

After six months of consistent medication, the doctor confirmed that Mrs. D had successfully recovered from TB. Despite experiencing several side effects throughout the treatment, such as nausea, vomiting, and anemia, she felt that her complaints had improved over time with routine evaluation and management from the doctor. Not only that, but the doctor also noted that her blood sugar levels were well controlled. Compared to her condition before managing her blood sugar and receiving TB treatment, Mrs. D now feels that her body is significantly healthier. “Now I experience no more tremors, weakness, or cold sweats. It’s as if they’ve vanished. And because my TB has been cured, I also have the confidence to participate in pengajian (Quran recitations) and neighborhood activities once again without worry of infecting others.”

Even though she has been declared cured of TB, Mrs. D remembers the doctor’s advice to continuously monitor her blood sugar to prevent any recurrence of TB. “I am grateful to all the healthcare workers at the hospital who treated me until I recovered, as well as to my husband and children who always supported me throughout my treatment.”

  • 12 April 2023

    Jakarta - Dalam rangka memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia 2023, Yayasan KNCV Indonesia (YKI) bersama [...]

  • 11 April 2023

    Halo #SobatTB! Salam kenal, saya Aryudiht, saya seorang pegawai telekomunikasi di sebuah perusahaan swasta, [...]

  • 14 February 2023

    Sudah 20 tahun lebih Pak T berjuang menghadapi Tuberkulosis (TBC). Dokter mendiagnosis Pak T, [...]

  • 2 December 2022

    Pada setiap tahunnya, 14 November diperingati sebagai Hari Diabetes Sedunia. Dan tema pada tahun ini [...]