MANDIRI-TB: MENGAPA PERLU PENGEMBANGAN KAPASITAS MEDIA KIE BAGI KOMUNITAS PENDAMPING PASIEN TBC?

7 May 2021

Masih tingginya kasus TBC di Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah edukasi dan pemahaman yang belum memadai dari masyarakat mengenai penyakit TBC. Selain itu adanya stigma terhadap penyakit TBC berdampak pada terhambatnya masyarakat untuk memeriksakan diri maupun melanjutkan pengobatan. Kondisi ini tentu berakibat pada meningkatkanya risiko penularan sehingga upaya untuk eliminasi TBC menjadi jauh dari target.

Organisasi pendamping pasien TBC merupakan salah satu komponen penting untuk menunjang implementasi program pemerintah di masyarakat. Organisasi pendamping pasien dapat berperan dalam penjangkauan penderita atau terduga TBC melalui penemuan kasus TBC baru di masyarakat, serta melakukan edukasi baik secara langsung maupun melalui media sosial. Melihat pentingnya peran komunitas pendamping pasien ini, Yayasan KNCV Indonesia (YKI) bersama Perdhaki melalui pendanaan dari USAID menyelenggarakan lokakarya penguatan kapasitas organisasi masyarakat/organisasi pasien dalam pengembangan media KIE di 4 kota wilayah kerja Mandiri-TB. Kegiatan yang diselenggarakan secara daring dan luring ini dihadiri oleh 4 organisasi pasien, yaitu PESAT di Medan, REKAT di Surabaya, PETA di Jakarta, dan KAREBA BAJI di Makassar.

Acara ini dibuka oleh dr. Jhon Sugiharto, Director Executive Yayasan KNCV Indonesia. Dalam pembukaanya beliau menyampaikan bahwa hingga kini kasus TBC di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut Laporan WHO tahun 2020, Indonesia merupakan negara kedua dengan beban Tuberkulosis (TBC) tertinggi setelah India dengan estimasi kasus 845.000 per tahun.

‘’Indonesia juga merupakan 1 dari 10 negara yang berkontribusi terhadap 77% kesenjangan secara global antara estimasi kasus TBC Resistan Obat (TBC RO) dengan cakupan angka kasus TBC RO yang memulai pengobatan lini kedua. Hal ini tentu membutuhkan perlunya edukasi memadai bagi masyarakat,’’ ujar Jhon dalam sambutannya.

Lokakarya ini difasilitasi oleh Dr. Dra. Rita Damayanti, MSPH (Dosen FKM Universitas Indonesia), Dr. Irwan Julianto, MPH (Wartawan Senior Kesehatan), dan tim komunikasi YKI. Selama dua hari lokakarya, peserta mendapatkan materi mengenai pengembangkan pesan-pesan kunci, bagaimana berkomunikasi dan menghadapi media, memahami sensitivitas penyampaian isu, serta mengetahui bagaimana pengembangan media KIE. Lebih lanjut mereka juga diminta untuk mempraktikan secara langsung bagaimana menciptakan sebuah konsep pesan hingga visualnya.

Dr. Rita Damayanti dalam presentasinya mengenai strategi perubahan perilaku mengatakan bahwa dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat perlu diagnosa perilaku. Ada dua hal penting dalam hal ini yaitu berkaitan dengan kapabilitas dan motivasi. Kapabilitas berkaitan dengan pengetahuan atau kapasitas masyarakat sebagai penerima pesan. Sementara motivasi berkaitan dengan manfaat yang dapat diterima penerima pesan.

’’Antara kapasitas dan motivasi ada opportunity  atau kesempatan. Sebagai contoh bisa digambarkan sebagai kapasitas masyarakat sudah memiliki pengetahuan tentang pengobatan TBC, dengan motivasinya untuk bisa sehat kembali. Dan ada opportunity bahwa pengobatan TBC gratis. Meski demikian angka kasus masih cukup tinggi. Berarti ada kemungkinan dari segi kapasitas masih adanya stigma yang menghambat proses pengobatan,” terang Rita dalam presentasinya.

Materi dilanjutkan oleh Dr. Irwan Julianto. Beliau membagikan materi mengenai advokasi media dan kampanye publik untuk penanggulangan TBC. Dalam presentasinya beliau memberikan saran kepada peserta untuk memperkuat jejaring dalam komunitas untuk memperkuat dalam penyampaian pesan kepada masyarakat.

“Perkuat jejaring, dan bertemanlah dengan media-media, berkunjung ke kantor-kantor media untuk memperkuat kolaborasi,” ujar Irwan.

Rita turut menambahkan, meski saat ini banyak fasilitas sarana media sosial melalui gawai, penggunaan metode konvensional juga tetap perlu dilakukan. Baik melalui pendampingan tatap muka, kunjungan langsung, berbicara langsung, mengingat tidak semua masyarakat memiliki fasilitas teknologi seperti gawai, serta juga tidak terbiasa untuk membaca.

Peserta mendapat tugas mengembangkan strategi komunikasi yang kemudian dikembangkan menjadi konsep pesan dan design visual pada hari kedua. Di hari kedua ini, peserta dilatih untuk mengembangkan konsep media KIE menjadi bentuk visual dengan menggunakan aplikasi canva. Harapannya kedepan, peserta dapat secara mandiri membuat konten edukasi dalam membantu proses pendampingan di lapangan.

Program Mandiri-TB melalui dukungan pendanaan dari USAID diharapkan dapat berkontribusi dalam peningkatan akses pendanaan kegiatan dukungan pasien TBC RO baik yang bersumber dari pemerintah lokal maupun dari korporat melalui mekanisme Corporate Social Responsibility (CSR). Selain itu, program Mandiri-TB juga diharapkan berperan dalam memfasilitasi organisasi masyarakat lokal dan organisasi pasien sebagai mitra implementasi untuk memastikan pemberian dukungan psikososial yang berkualitas bagi pasien TBC RO.

Teks: Melya
Editor: Melinda Soemarno
Gambar: Amadeus Rembrandt

  • 21 August 2024

    Sobat TB, di artikel sebelumnya kita sudah membaca tentang apa itu TPT. Sekarang kita akan [...]

  • 21 August 2024

    Tidak semua orang yang terinfeksi TBC akan mengalami gejala penyakit TBC Semua orang bisa terkena [...]

  • 21 August 2024

    Menurut WHO Global TB Report 2023, Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban TBC resistan [...]

  • 20 August 2024

    Jakarta – Dalam rangka memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia yang ditetapkan setiap tanggal 24 Maret, [...]