TUBERCULOSIS IS EVERYBODY’S BUSINESS: PERAN STAKEHOLDER DALAM UPAYA MENCAPAI ELIMINASI TUBERKULOSIS 2030 DI INDONESIA

5 November 2020

Kementerian Sekretariat Negara melalui Deputi Bidang Dujak Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, menyelenggarakan webinar bertemakan upaya mencapai eliminasi tuberkulosis di tahun 2030 di Indonesia. Eliminasi TBC 2030 ditandai dengan  penurunan insiden TBC sebesar 90% dan penurunan kematian TBC sebesar 95%. Diskusi ini menghadirkan sejumlah stakeholder dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI, dr. Jhon Sugiharto, MD, MPH, Direktur Yayasan KNCV Indonesia, dr. Beeri LS Wopari, M.Kes, Kepala Balai Pencegahan dan Pengendalian HIV/AIDS, TBC dan Malaria Dinkes Provinsi Papua, Khairina Ulfa, SKM, M.Kes, Wakil Supervisor TB Dinkes Sumut, Dr. Dr. H Soedarsono, SpP(K), Ketua Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi RS Universitas Airlangga, dan dr. Cut Yulia Indah Sari, SpP., Penanggung Jawab Poli MDR RS Islam Cempaka Putih Jakarta.

Acara ini dibuka oleh Celvya Betty Manurung, S.IP., M.P.M,Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden. Beliau berharap webinar ini bermanfaat sebagai salah satu upaya untuk penanggulangan TBC ke depan. Dr. Imran Pambudi, MPHM, Kepala Subdit Tuberkulosis Kemenkes RI selaku moderator dalam kegiatan ini. Sejumlah materi yang diberikan oleh narasumber adalah Kebijakan dan Penanganan TBC di Indonesia, Dukungan YKI dalam penanggulangan TBC di Indonesia, Upaya Pengendalian TBC dari Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Papua, Implementasi Penanganan Tuberkulosis di RS Universitas Airlangga, dan peran rumah sakit swasta dalam memberikan layanan TBC Resistan Obat.

“Sampai dengan saat ini Indonesia sudah menemukan 219,271 kasus dari total target 845,000 kasus yang ditemukan. Hal ini juga dikarenakan pandemi COVID-19. Dalam target Program Penanggulangan TBC 2024, sebelum pandemi kita dapat berlari sangat kencang untuk mencapai eliminasi, namun karena pandemi ini perlu adanya adaptasi sehingga ketertinggalan di tahun 2020 ini dapat dikejar di tahun 2021, atau minimal mendekati dari target 845,000 dapat menemukan 768,024, dan 63,746 anak terdiagnosis dan diobati, serta 1,129,015 orang diberikan TPT,” ujar dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI dalam paparannya.

Di sisa tahun 2020 ini, sejumlah upaya yang akan dilakukan Kemenkes dalam meningkatkan temuan kasus TBC adalah perlunya keterlibatan bersama seluruh pemangku kepentingan terutama Puskesmas yang lebih memahami situasi di tengah pandemi COVID-19. Sehingga di sisa waktu ini daerah-daerah hijau atau tidak ada kasus COVID-19 dapat melakukan investigasi kontak, skrining TBC, deteksi kasus secara normal di masyarakat dengan tetap memperhatikan protokol. Kedua menyusun rencana sebagai startegi untuk tahun 2021 untuk mengejar target ketertinggalan. Selain itu juga meningkatkan pelibatan masyarakat, terutama kader dalam membantu penemuan kasus seperti Juru Pemantau Batuk (Jumantuk) yang merupakan inisiatif masyarakat dan lebih memahami konteks lokal di masyarakat.

Upaya penanggulangan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga mitra CSO seperti Yayasan KNCV Indonesia. Dalam visinya mewujudkan Indonesia bebas TBC sejumlah peran yang dilakukan adalah peningkatan akses diagnosis, penemuan kasus, penguatan organisasi pasien, membangun jejaring layanan, serta memberikan edukasi TBC bagi masyarakat. YKI turut mengembangkan sejumlah aplikasi seperti SITRUST guna memfasilitasi transportasi spesimen TBC, SOBAT TB untuk edukasi dan informasi seputar TBC, EMPATI untuk pendampingan pasien TBC Resistan Obat, serta SEKAR TB untuk membantu dalam skrining mandiri TBC.

“YKI juga turut membantu dalam penemuan kasus TBC di tempat kerja, melalui sejumlah kegiatan seperti edukasi, skrining, dan diagnosis TBC, dan pembentukan jejaring layanan TBC antara perusahaan, Puskesmas, dan Dinas Kesehatan. Sebanyak 11 perusahaan akan bergabung dalam kegiatan untuk menemukan kasus TBC di tempat kerja,” terang dr. Jhon Sugiharto, MPH – Direktur Yayasan KNCV Indonesia dalam presentasinya.

Acara dilanjutkan dengan paparan dari program TBC di wilayah Provinsi Papua dan Sumatera Utara. Pandemi COVID-19 turut berdampak pada layanan TBC di daerah. Hal ini menjadi tantangan bagi daerah dalam mendukung upaya eliminasi TBC 2030 mendatang. Meski demikian dr. Beeri LS Wopari, M.Kes, Kepala Balai Pencegahan dan Pengendalian HIV/AIDS, TBC dan Malaria Dinkes Provinsi Papua mengatakan situasi ini sangat berdampak dalam hal upaya pengobatan, penemuan kasus, serta fasilitas layanan yang diarahkan untuk COVID-19.

Peningkatan temuan kasus dan menjamin penuntasan pengobatan menjadi masalah prioritas dalam penanganan kasus TBC di Indonesia, dan bahkan ditengah pandemi ini menjadi ancaman dan membalikkan beberapa kemajuan yang telah terjadi sebelumnya. Di Provinsi Jawa TImur pada periode triwulan III tahun 2019 terdapat 16,510 kasus TB sementara di periode yang sama turun menjadi 5,733 notifikasi kasus TB di wilayah Provinsi Jawa Timur. Hal ini diungkapkan Dr. Dr. H Soedarsono, SpP(K), Ketua Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi RS Universitas Airlangga dalam paparannya. Meski demikian beliau mengatakan perlunya mengikutsertakan peran pemerintah dalam evaluasi dan memantau jalannya strategi, serta memanfaatkan koalisi dengan organisasi sosial masyarakat dalam penanganan TBC.

“Selain ini juga perlu pelayanan kesehatan yang berintegrasi, menetapkan kebijakan dan sistem pendukung, serta penelitian intensif. Tiga hal ini menjadi target dalam end TB strategy. RS Unair selain sebagai RS Pendidikan juga sedang disiapkan sebagai wadah center excellent TB research,” ujar Dr. Dr. H Soedarsono dalam paparannya.

Kegiatan yang dihadiri oleh 104 peserta ini diakhiri dengan paparan mengenai peran rumah sakit swasta dalam memberikan layanan TBC Resistan Obat di RS Cempaka Putih. dr. Cut Yulia Indah Sari, SpP., Penanggung Jawab Poli MDR RS Islam Cempaka Putih Jakarta mengatakan selain membuka layanan TBC RO, RS ini juga berperan melakukan kunjungan ke layanan kesehatan lain dan berkolaborasi dengan LSM dan CSO untuk membantu dalam peningkatan kapasitas dalam pengawasan dan monitoring pengobatan pasien TBC RO.

Dalam mengatasi permasalahan TBC di Indonesia, Dr. Imran Pambudi, MPHM menyatakan lima hal penting, yaitu pendekatan multisektor, integrasi dengan program lain, penting untuk melakukan inovasi-inovasi, sustainabilitas sumber daya baik manusia maupun keuangan di daerah, dan yang terpenting adalah keterlibatan masyarakat, pendamping pasien dalam mengawal pasien untuk berobat hingga selesai.

 

Teks dan Foto: Melya
Editor: Yeremia PMR
Gambar: Amadeus Rembrandt

  • 26 August 2023

    [Scroll down for English version] Sebuah catatan dari komunitas terdampak TBC dan masyarakat sipil [...]

  • 12 April 2023

    Jakarta - Dalam rangka memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia 2023, Yayasan KNCV Indonesia (YKI) bersama [...]

  • 11 April 2023

    Halo #SobatTB! Salam kenal, saya Aryudiht, saya seorang pegawai telekomunikasi di sebuah perusahaan swasta, [...]

  • 14 February 2023

    Sudah 20 tahun lebih Pak T berjuang menghadapi Tuberkulosis (TBC). Dokter mendiagnosis Pak T, [...]