Apa itu TPT untuk TBC Kebal Obat (TBC RO)?

17 September 2024

Sobat TB sekarang ada juga pengobatan untuk pencegahan TBC Kebal Obat atau TPT untuk TBC Resistan Obat. Yuk simak lebih lanjut di pembahasan artikel berikut!

Apa Itu TPT TBC Kebal Obat (TBC RO)?

Penyakit TBC Resistan Obat (RO) menjadi lebih kompleks ketika bakteri TBC mengembangkan resistansi terhadap obat-obatan standar. Kondisi ini dikenal sebagai Tuberkulosis Resistan Obat (TBC RO), yang mencakup dua bentuk utama yaitu  Multi-Drug Resistant TBC (MDR-TBC) dan Extensively Drug-Resistant TBC (XDR-TBC).  

MDR-TBC terjadi ketika bakteri TBC resistan terhadap setidaknya dua obat utama anti-TBC, yaitu isoniazid dan rifampisin. Sementara itu, XDR-TBC adalah bentuk TBC yang lebih serius, di mana bakteri tidak hanya resistan terhadap isoniazid dan rifampisin tetapi juga terhadap fluoroquinolones serta setidaknya satu dari tiga obat suntik lini kedua, seperti amikasin, kanamisin, atau kapreomisin. 

Kedua bentuk TBC RO ini menimbulkan tantangan besar dalam pengendalian penyakit TBC. Resistansi yang luas terhadap obat-obatan mengurangi efektivitas regimen pengobatan yang ada, memperpanjang durasi terapi, dan meningkatkan risiko efek samping serta komplikasi lainnya. Selain itu, karena TBC adalah penyakit menular yang dapat dengan mudah menyebar dari satu orang ke orang lainnya, peningkatan kasus TBC RO berpotensi menimbulkan krisis kesehatan masyarakat yang serius, terutama di daerah dengan sumber daya kesehatan yang terbatas. Upaya pencegahan, diagnosis dini, dan pengobatan yang efektif sangat penting untuk mengendalikan penyebaran TBC RO dan melindungi populasi yang rentan.

Baca juga: Mentoring Dan Audit Klinis; Perjuangan Indonesia Melawan TBC RO

Mengapa Terjadi TBC Kebal Obat?

TBC RO dapat terjadi karena berbagai alasan, antara lain: 

  • Pengobatan TBC yang Tidak Memadai atau Tidak Sesuai Standar: Ini bisa terjadi akibat kesalahan dalam pemilihan obat, dosis yang tidak tepat, atau durasi pengobatan yang tidak memadai. Kesalahan ini bisa berasal dari petugas kesehatan, pasien, atau kekurangan dalam program pengendalian TBC. 
  • Faktor Risiko dari Pasien: Pasien yang tidak mematuhi anjuran dokter, tidak teratur minum obat, atau menghentikan pengobatan sebelum waktunya berisiko tinggi mengalami TBC RO. Ketidakpatuhan ini sering kali disebabkan oleh kurangnya edukasi, dukungan, atau kendala akses terhadap pengobatan. 
  • Penularan dari Pasien TBC RO: Pasien dengan TBC RO dapat menularkan kuman yang sudah resistan kepada orang lain, memperburuk penyebaran penyakit di masyarakat. Ini menekankan pentingnya pengendalian infeksi yang ketat dan pemantauan rutin pada kontak erat pasien TBC RO. 

Program TPT ini merupakan bagian penting dari upaya pencegahan yang lebih luas, yang mencakup edukasi masyarakat, peningkatan akses terhadap layanan kesehatan, dan penguatan sistem kesehatan untuk mendeteksi dan merespons TBC RO secara lebih efektif. 

Apa saja paduan TPT untuk TBC Kebal Obat? 

Apa saja paduan TPT untuk TBC Kebal Obat?  

Terapi pencegahan tuberkulosis (TBC) resisten obat (TBC-RO) belum memiliki panduan standar yang disetujui secara universal. Namun, beberapa pendekatan sedang dievaluasi dan digunakan, termasuk penggunaan kombinasi obat yang ditargetkan pada bakteri resisten. Di Indonesia, salah satu regimen yang digunakan adalah pemberian levofloksasin (15-20 mg/kgBB/hari) dan etambutol (15-25 mg/kgBB/hari) selama 6 bulan. Obat ini dikonsumsi 1-2 jam sebelum makan untuk memastikan penyerapan obat yang optimal. 

Levofloksasin, sebagai fluoroquinolone generasi terbaru, memiliki efektivitas tinggi terhadap bakteri TBC, termasuk strain yang resisten terhadap obat lain. Meskipun terdapat kekhawatiran mengenai efek samping pada tulang dan tulang rawan, penelitian menunjukkan bahwa efek ini tidak terjadi pada manusia. Hal ini menjadikan levofloksasin pilihan yang efektif dalam pengobatan TBC-RO, meskipun harus digunakan dengan hati-hati dan dalam pengawasan medis yang ketat. 

Ethambutol juga digunakan dalam kombinasi ini karena dianggap aman untuk digunakan selama kehamilan dan memiliki risiko yang sangat rendah untuk menyebabkan cacat pada janin, meskipun dalam dosis tinggi dalam studi praklinis pada hewan. Ethambutol bekerja dengan menghambat pertumbuhan bakteri TBC, dan penggunaannya secara bersamaan dengan levofloksasin dapat meningkatkan efektivitas pengobatan. 

Selama pengobatan, pasien dipantau secara berkala untuk mendeteksi gejala TBC atau efek samping obat. Monitoring ini penting untuk mengidentifikasi resistensi terhadap fluorokuinolon, karena jika resistensi terdeteksi, kombinasi levofloksasin dan ethambutol tidak dapat digunakan lagi. Dalam kasus tersebut, regimen terapi pencegahan TBC-RO akan ditentukan berdasarkan hasil uji kepekaan bakteri terhadap berbagai obat. Pemantauan yang ketat dan adaptasi regimen pengobatan adalah kunci dalam mengelola TBC-RO, terutama dalam situasi di mana resistensi obat terus berkembang dan menjadi tantangan besar dalam pengendalian TBC global. 

Sumber Gambar (Leaflet) Kemenkes, R. I. (2020). Petunjuk Teknis Penanganan Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTBC).Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 

Siapa saja yang dapat diberikan TPT untuk TBC Kebal Obat?

TPT untuk TBC RO direkomendasikan untuk orang-orang yang berisiko tinggi, termasuk mereka yang memiliki kontak erat dengan pasien TBC RO, orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah seperti penderita HIV/AIDS atau diabetes, serta migran dari negara dengan angka TBC RO tinggi. Populasi lain yang perlu dipertimbangkan termasuk petugas kesehatan yang sering terpapar kasus TBC RO dan orang dengan kondisi medis yang memerlukan terapi imunospresif. 

Durasi pengobatan TPT biasanya berkisar antara 6 hingga 12 bulan, tergantung pada regimen yang digunakan dan kondisi klinis pasien. Obat-obatan seperti Levofloksasin atau Ethambutol biasanya diberikan setiap hari dengan dosis yang disesuaikan berdasarkan berat badan pasien. Untuk anak-anak dan remaja, pemberian TPT mengacu pada panduan teknis yang spesifik, dengan regimen yang umumnya melibatkan Levofloksasin dan Ethambutol selama 6 bulan. 

Bagaimana Efektivitas TPT untuk TBC RO?

Studi awal menunjukkan bahwa TPT dengan menggunakan obat-obatan lini kedua, seperti fluoroquinolone, dapat mengurangi risiko perkembangan TBC aktif pada individu dengan infeksi TBC laten yang resistan obat. Sebuah studi klinis yang dilaporkan oleh Bamrah et al. antara tahun 2009-2012 menunjukkan tingkat efikasi yang signifikan dalam pencegahan TBC aktif pada populasi ini. Meskipun hasil ini memberikan harapan, efektivitas TPT untuk TBC RO masih dalam tahap penelitian dan pengembangan lebih lanjut. 

Baca juga: Apa Itu Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) ?

Penting untuk dicatat bahwa penggunaan obat-obatan ini tidak bebas risiko. Pasien dapat mengalami efek samping serius seperti tendonitis, neuropati perifer, gangguan gastrointestinal, aritmia jantung, hepatotoksisitas, mielosupresi, sindrom serotonin, dan perpanjangan interval QT pada pemeriksaan elektrokardiogram.  

Oleh karena itu, pemantauan klinis rutin sangat penting untuk mendeteksi dan mengelola efek samping serta memastikan respons yang tepat terhadap pengobatan. 

Pasien juga harus mendapatkan edukasi mengenai pentingnya kepatuhan terhadap regimen pengobatan dan tanda-tanda efek samping yang perlu diwaspadai, serta dukungan dan konseling untuk membantu mereka tetap konsisten menjalani terapi yang panjang dan kompleks. 

Referensi  

  1. Referensi 
    1. World Health Organization. (2018). WHO Consolidated Guidelines on Tuberculosis. Module 4: Treatment – Drug-Resistant Tuberculosis Treatment. Retrieved from [WHO](https://www.who.int/publications/i/item/9789241550529)
    2. World Health Organization. (2020). WHO consolidated guidelines on tuberculosis: tuberculosis preventive treatment. World Health Organization. 
    3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023). Juknis TBC Anak dan Remaja. 
    4. Centers for Disease Control and Prevention. (2021). Drug-Resistant TBC Treatment Regimens. Retrieved from [CDC] 
    5. P., Mase, S. R., Migliori, G. B., et al. (2019). Treatment of Drug-Resistant Tuberculosis. An Official ATS/CDC/ERS/IDSA Clinical Practice Guideline. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, 200(10), e93-e142. [DOI: 10.1164/rccm.201909-1874ST] 
    6.  Lange, C., Aarnoutse, R. E., Alffenaar, J. W. C., et al. (2019). Management of drug-resistant tuberculosis. The Lancet, 394(10202), 953-966. [DOI: 10.1016/S0140-6736(19)31882-3] 
    7. Bamrah S, Brostrom R, Dorina F, Setik L, Song R, Kawamura LM, et al. Treatment for LTBCI in contacts of MDR-TBC patients, Federated States of Micronesia, 2009–2012. Int J Tuberc Lung Dis. 2014 Aug 1;18(8):912–8 
  • 21 August 2024

    Tidak semua orang yang terinfeksi TBC akan mengalami gejala penyakit TBC Semua orang bisa terkena [...]

  • 21 August 2024

    Menurut WHO Global TB Report 2023, Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban TBC resistan [...]

  • 20 August 2024

    Jakarta – Dalam rangka memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia yang ditetapkan setiap tanggal 24 Maret, [...]

  • 2 April 2024

    Perjuangan Indonesia Melawan TBC RO Perjuangan Indonesia melawan TBC RO terus berlanjut. Upaya tersebut [...]