A Deadly Divide 2.0 : TB COMMITMENTS VS. TB REALITIES
26 August 2023
[Scroll down for English version]
Sebuah catatan dari komunitas terdampak TBC dan masyarakat sipil untuk mengakhiri TBC
Di tingkat nasional, terdapat komitmen politik yang kuat untuk mengakhiri Tuberkulosis (TBC) di Indonesia. Tahun 2021 merupakan tahun yang bersejarah karena merupakan tahun ditetapkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia atau yang dikenal dengan Perpres nomor 67 tentang Penanggulangan TBC, menandakan komitmen tertinggi untuk eliminasi TBC di Indonesia.
Komunitas terdampak TBC dan masyarakat sipil merupakan salah satu pemangku kepentingan utama dan penjaga akuntabilitas setiap upaya untuk mengakhiri TBC. Pemerintah Indonesia memiliki keterlibatan yang kuat dengan komunitas terdampak TBC dan masyarakat sipil melalui berbagai organisasi. Program Nasional TBC memperkuat keterlibatan ini untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam penanggulangan TBC.
Pada tahun 2018 yang lalu telah dilaksanakan Pertemuan Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHLM) pertama tentang TBC. Pertemuan ini mendorong Negara Anggota untuk menetapkan komitmen dalam upaya eliminasi TBC pada tahun 2030 melalui Deklarasi Politik tentang TBC (Political Declaration on the Fight Against TB). Deklarasi tersebut menetapkan target eliminasi TBC pada tingkat global, regional dan nasional.
Peran Komunitas Terdampak TBC dan Masyarakat sipil
Sejak saat itu, Komunitas terdampak TBC dan masyarakat sipil berperan penting dalam memantau implementasi Deklarasi Politik dan memastikan akuntabilitas para pemangku kepentingan. Mereka juga secara aktif melakukan intervensi untuk mengisi kesenjangan yang ada dalam penanggulangan TBC nasional.
Pada tahun 2020, Stop TB Partnership (STP) bersama dengan komunitas terdampak TBC dan masyarakat sipil telah menerbitkan dokumen yang berjudul “A Deadly Divide: TB Commitments vs. TB Realities“. Sebuah Laporan Komunitas tentang Kemajuan Menuju Deklarasi Politik PBB tentang TBC dan Seruan untuk Bertindak dalam mengatasi kesenjangan target program TBC. Dokumen ini bertujuan untuk melengkapi Laporan Kemajuan Sekretaris Jenderal PBB tahun 2020 mengenai status target dan komitmen Deklarasi Politik tentang TBC dengan memberikan sudut pandang alternatif dan pelengkap, khususnya dari sisi komunitas terdampak TBC dan masyarakat sipil.
Pada September 2023, UNHLM tentang TBC yang kedua akan diselenggarakan untuk menetapkan komitmen dan target baru dalam rangka mengakhiri TBC. Sekarang saatnya bagi negara dengan beban TBC tinggi untuk bertindak. Komunitas terdampak TBC dan masyarakat sipil harus menuntut akuntabilitas kepada para pemimpin politik terhadap komitmen yang telah dibuat pada tahun 2018.
Sebagai bentuk komitmen untuk memantau implementasi dan akuntabilitas pemangku kepentingan terhadap Deklarasi, telah diterbitkan: A Deadly Divide 2.0 : TB COMMITMENTS VS. TB REALITIES (The Accountability Report of TB-affected Communities & Civil Society: Priorities to Close the Deadly Divide)
Laporan akuntabilitas ini disusun oleh komunitas terdampak TBC dan masyarakat sipil, dipersembahkan untuk semua orang dengan TBC dan terdampak TBC, beserta keluarga mereka dan masyarakat sipil yang mendukung mereka.
Selengkapnya: Deadly devide 2.0
Launching dokumen Deadly Divide 2.0 pada pertemuan “The 36th Stop TB Partnership board meeting” pada 25 Maret 2023 yang dihadiri oleh perwakilan pemimpin negara [termasuk Indonesia], donor, technical agencies, TB civil society dan stakeholder lainnya.
Deadly Divide 2.0 merekomendasikan upaya yang harus dilakukan para pemimpin untuk mengakhiri TBC:
- Mengatasi kesenjangan dalam pencegahan, diagnosis, pengobatan dan perawatan TBC dengan menjangkau semua orang dengan TBC
- Memastikan penanggulangan TBC yang adil, peka gender, berbasis hak, bebas stigma dan berpusat pada komunitas terdampak TBC dan masyarakat sipil pada tahun 2025
- Mempercepat pengembangan, penyebaran dan akses terhadap instrumen baru yang penting untuk mengakhiri TBC
- Menginvestasikan dana yang diperlukan untuk mengakhiri TBC
- Memprioritaskan TBC dalam seluruh sistem kesehatan: pencegahan; kesiapsiagaan; dan respon pandemi (PPPR); resistensi antimikroba (AMR); dan jaminan kesehatan universal (UHC)
- Memastikan komitmen terhadap kegiatan multisektoral, kepemimpinan yang tegas dan akuntabel
Bagaimana catatan dari komunitas terdampak TBC dan masyarakat sipil terkait paduan pengobatan TBC RO jangka pendek dalam dokumen Deadly Divide 2.0?
Pada bidang rekomendasi 3 : Mempercepat pengembangan, penyebaran, dan akses terhadap instrumen baru yang penting untuk mengakhiri TBC.
Komunitas terdampak TBC dan masyarakat sipil mengakui kemajuan yang signifikan dalam penelitian dan pengembangan TBC sejak UNHLM tentang TBC yang pertama, namun terdapat catatan bahwa instrumen untuk TBC masih jauh dari lengkap.
Ketersediaan beragam paduan pengobatan baru yang aman, efektif, dan lebih singkat untuk infeksi dan penyakit TBC, termasuk TBC RO dan TBC pada anak, mencerminkan pencapaian terbesar dalam penanggulangan TBC sejak UNHLM tentang TBC tahun 2018.
Pada rentang tahun 2018-2020, sejak diperkenalkannya Bedaquiline, paduan all-oral untuk TBC RO telah menjadi standar tatalaksana. Pada tahun 2022, BPaL/M menjadi paduan pengobatan oral terbaru yang lebih aman, efisien, berdurasi lebih pendek dan lebih efektif, didukung oleh data uji klinik tahap III dari studi TB PRACTECAL, ZeNix dan Nix-TB.
Pedoman WHO telah merekomendasikan penggunaan BPaL/M dalam kerangka programmatik pada Desember 2022. Hal ini memberi kesempatan bagi negara-negara di seluruh dunia untuk dapat mulai menyediakan paduan pengobatan baru tersebut untuk orang-orang dengan TBC RO. Paduan pengobatan TBC RO baru tersebut juga membutuhkan biaya yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan paduan pengobatan standar yang memerlukan pemantauan dan tindak lanjut yang lebih intensif.
Komitmen pemerintah Indonesia terhadap implementasi paduan pengobatan TBC RO baru berdurasi 6 bulan
“Dengan keterlibatan kami dalam Pertemuan Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang TBC (UNHLM), kami berharap adanya perhatian politik dan dukungan kepemimpinan dari negara. Perhatian dan investasi dari pemangku kepentingan, serta solusi inovatif untuk memberikan pengobatan yang lebih pendek dan lebih aman, pencegahan yang lebih baik, serta alat diagnostik yang terjangkau bagi mereka yang terpengaruh oleh TBC.”- Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, D.H.S.M, M.A.R.S (Perwakilan Indonesia dalam Launching dokumen Deadly Divide 2.0)
Penggunaan paduan pengobatan TBC RO baru berdurasi 6 bulan [BPaL/M] di Indonesia didahului dengan implementasi penelitian operasional BPaL di 15 sentra Fasyankes Pelaksana Layanan TBC RO di 4 provinsi sejak bulan Juli 2022.
Kemudian pada Juli 2023, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah memulai implementasi programatik pengobatan TBC RO dengan paduan BPaL/M secara terbatas di fasyankes layanan TBC RO yang ada di empat provinsi pelaksana penelitian operasional BPaL tersebut.
Tahun 2024 Kemenkes RI telah berkomitmen untuk memperluas implementasi paduan Pengobatan TBC RO baru berdurasi 6 bulan secara nasional di seluruh Indonesia.
Ayo! Ikut berkontribusi dengan menandatangani petisi untuk mendukung perjuangan orang dengan TBC RO yang ada di seluruh dunia! Klik fttc.yki4tbc.org
English Version
A note from the TB-affected community and civil society to end TB.
At the national level, there is a strong political commitment to end Tuberculosis (TB) in Indonesia. The year 2021 was a historic year as it marked the enactment of the Presidential Regulation of the Republic of Indonesia, also known as Presidential Regulation Number 67 concerning TB Control. This signifies the highest commitment to TB elimination in Indonesia.
The TB-affected community and civil society are key stakeholders and guardians of accountability in every effort to end TB. The Indonesian government has a strong engagement with the TB-affected community and civil society through various organizations. The National TB Program strengthens this engagement to encourage community participation in TB control.
In 2018, the first United Nations High-Level Meeting (UNHLM) on TB was held, urging Member States to commit to eliminating TB by 2030 through the Political Declaration on the Fight Against TB. This declaration sets targets for TB elimination at global, regional, and national levels.
The Role of TB-Affected Communities and Civil Society
Since then, the TB-affected community and civil society have played a crucial role in monitoring the implementation of the Political Declaration and ensuring the accountability of stakeholders. They have been actively involved in addressing the gaps in national TB control.
In 2020, the Stop TB Partnership (STP), together with the TB-affected community and civil society, published a document titled “A Deadly Divide: TB Commitments vs. TB Realities.” It is a Community Report on Progress Towards the UN Political Declaration on TB and a Call to Action to address gaps in TB program targets. This document aims to complement the UN Secretary-General’s 2020 Progress Report on the status of TB targets and commitments by providing an alternative perspective, particularly from the viewpoint of the TB-affected community and civil society.
In September 2023, the second UNHLM on TB will be held to establish new commitments and targets to end TB. It is now time for countries burdened with high TB rates to take action. The TB-affected community and civil society must demand accountability from political leaders for the commitments made in 2018.
As a commitment to monitor implementation and stakeholder accountability for the Declaration, “A Deadly Divide 2.0: TB COMMITMENTS VS. TB REALITIES” (The Accountability Report of TB-affected Communities & Civil Society: Priorities to Close the Deadly Divide) has been published.
This accountability report is compiled by the TB-affected community and civil society and is dedicated to everyone affected by TB and their families, as well as the civil society supporting them. More details can be found at: http://stoptb.community/?page_id=81.
The launch of the Deadly Divide 2.0 document took place during “The 36th Stop TB Partnership Board Meeting” on March 25, 2023, attended by representatives of national leaders [including Indonesia], donors, technical agencies, TB civil society, and other stakeholders.
Deadly Divide 2.0 recommends efforts that leaders should undertake to end TB:
- Addressing gaps in TB prevention, diagnosis, treatment, and care by reaching everyone with TB.
- Ensuring equitable, gender-sensitive, rights-based, stigma-free, and community-centred TB control by 2025.
- Accelerating the development, distribution, and access to crucial new tools to end TB.
- Investing the necessary funds to end TB.
- Prioritizing TB across health systems: prevention; preparedness; pandemic response (PPPR); antimicrobial resistance (AMR); and universal health coverage (UHC).
- Ensuring commitment to multisectoral activities, strong leadership, and accountability.
What are the observations from the TB-affected community and civil society regarding short-course TB treatment regimens in the DD 2.0 document?
Under recommendation 3: Accelerating the development, distribution, and access to crucial new tools to end TB.
The TB-affected community and civil society acknowledge significant progress in TB research and development since the first UNHLM on TB. However, there is a note that TB tools are still far from complete.
The availability of new, safe, effective, and shorter treatment regimens for TB infection and TB, including drug-resistant TB (DR-TB) and pediatric TB, represents the greatest achievement in TB control since the 2018 UNHLM on TB.
Between 2018 and 2020, since the introduction of Bedaquiline, all-oral DR-TB regimens have become the standard of care. In 2022, BPaL/M emerged as the latest oral treatment regimen that is safer, more efficient, of shorter duration, and more effective, supported by phase III clinical trial data from TB PRACTECAL, ZeNix, and Nix-TB studies.
WHO guidelines recommended the use of BPaL/M within a programmatic framework in December 2022. This provided an opportunity for countries worldwide to begin providing a new treatment regimen for individuals with DR-TB. Additionally, the cost of the new DR-TB treatment regimen is much lower compared to the standard regimen which requires more intensive monitoring and follow-up.
The Indonesian government’s commitment to implementing the new 6-month DR-TB treatment regimen is evident.
“With our involvement in the UNHLM, we hope for political attention, leadership support from nations, stakeholder interest and investment, as well as innovative solutions to provide shorter and safer treatment, better prevention, and affordable diagnostic tools for those affected by TB.” – Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, D.H.S.M, M.A.R.S (Indonesia’s Representative in the Launching of the Deadly Divide 2.0 document)
The use of the new 6-month RO-TB treatment regimen (BPaL/M) in Indonesia was preceded by the operational research implementation of BPaL in 15 hospitals providing DR-TB services across 4 provinces since July 2022.
Subsequently, in July 2023, the Ministry of Health of the Republic of Indonesia (MoH) initiated the programmatic implementation of the BPaL/M TB treatment regimen on a limited scale in the DR-TB treatment centers across the four provinces involved in the BPaL operational research.
By 2024, the MoH has committed to expanding the nationwide implementation of the new 6-month DR-TB treatment regimen throughout Indonesia.
Let’s contribute by signing the petition to support the struggle of individuals with RO-TB worldwide! Click fasttrackthecure.org.
#6MonthMax #6BulanMaksimal #DeadlyDivide