Yuk Kenali Obat TPT!  

21 August 2024

Sobat TB, di artikel sebelumnya kita sudah membaca tentang apa itu TPT. Sekarang kita akan mengenal tentang obat-obatan yang digunakan untuk TPT.  Sobat TB sudah pernah dengar tentang pengobatan TPT apa saja belum? Yuk, kita baca lebih lanjut di artikel berikut. 

Obat TPT Isoniazid (INH)?

Apa Itu Obat TPT Isoniazid (INH)?

Isoniazid (INH) adalah obat utama yang digunakan dalam TPT. Pengobatan dengan INH selama 6 bulan merupakan salah satu paduan yang direkomendasikan untuk mencegah TBC aktif. Isoniazid bekerja dengan menghambat pembentukan dinding sel bakteri TBC, sehingga mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri tersebut. 

Sumber Gambar Referensi: (Leaflet) Kemenkes, R. I. (2020). Petunjuk Teknis Penanganan Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTBC). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 

Siapa saja yang dapat diberikan INH?  

Pemberian Isoniazid (INH) sebagai terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) dalam petunjuk teknis 2020 ditujukan kepada beberapa kelompok: 

  1. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang tidak terdiagnosis TBC aktif.
  2. Kontak serumah dengan pasien TBC paru yang terkonfirmasi bakteriologis, termasuk anak-anak di bawah 2 tahun.

Regimen 6H (enam bulan isoniazid harian) tidak direkomendasikan untuk beberapa kelompok karena 

  • Risiko Hepatotoksisitas: Individu dengan kondisi hati yang sudah ada sebelumnya atau yang mengonsumsi alkohol secara berlebihan berisiko lebih tinggi mengalami kerusakan hati akibat isoniazid.
  • Interaksi Obat: Orang yang mengonsumsi obat-obatan yang berinteraksi secara merugikan dengan isoniazid mungkin memerlukan pengobatan alternatif.
  • Kehamilan: Meskipun isoniazid dapat digunakan selama kehamilan, penggunaannya memerlukan pemantauan yang hati-hati karena potensi risiko bagi ibu dan janin. 
  • Pertimbangan Usia: Anak-anak yang sangat muda dan individu lanjut usia mungkin memiliki laju metabolisme dan profil efek samping yang berbeda, maka  dipilihkan untuk regimen alternatif atau yang lebih singkat
  • Risiko Neuropati Perifer: Individu dengan kondisi yang meningkatkan risiko neuropati perifer, seperti diabetes, mungkin perlu menghindari isoniazid atau mengonsumsinya dengan vitamin B6 untuk mengurangi risiko ini.

Cara pemberian INH dan Kemungkinan Efek Sampingnya 

Cara pemberian INH adalah setiap hari selama 6 bulan dengan dosis yang sesuai berat badan (umumnya 5 mg/kg per hari, maksimal 300 mg per hari). Pengobatan INH selama 6 bulan efektif menurunkan risiko TBC aktif hingga 60-90% pada orang dengan TBC laten.

Baca Juga : Infeksi Laten TBC: Bagaimana Cara Mengetahuinya? 

Adakah Efek Samping dari INH? 

Ada beberapa efek samping yang perlu diperhatikan terkait penggunaan INH. Contohnya seperti hepatitis (risiko lebih tinggi pada orang dewasa, terutama jika mengonsumsi alkohol), neuropati perifer namun bisa dicegah dengan vitamin B6, dan reaksi alergi seperti ruam kulit atau demam. 

bagi mereka yang berisiko tinggi, untuk memastikan keamanan dan efektivitas pengobatan, penting dilakukan pemantauan seperti pemeriksaan fungsi hati sebelum dan selama pengobatan. 

Selanjutnya, edukasi pasien mengenai tanda-tanda efek samping dan pentingnya mengikuti pengobatan sampai selesai juga sangat penting, begitu juga dengan dukungan dan konseling untuk membantu pasien tetap konsisten menjalani terapi.

Terapi Pencegahan Tuberkulosis dengan isoniazid selama 6 bulan ini adalah cara efektif untuk mencegah TBC aktif pada orang yang terinfeksi TBC laten. Maka dari itu, penting untuk memonitor efek samping dan memastikan pasien mematuhi pengobatan agar berhasil.  

Demikian pembahasan mengenai obat Isoniazid atau yang juga dikenal dengan singkatan INH. Jika Sobat TBC dalam waktu dekat terindikasi kontak dengan orang dengan TBC jangan sungkan untuk memeriksakan diri dan menjalani pengobatan TPT ya!

Baca juga: Mentoring dan Audit Klinis; Perjuangan Indonesia Melawan TBC RO 

Obat TPT 3HP

Apa itu Obat TPT 3HP?

Paduan obat 3HP merupakan opsi pengobatan yang sederhana dan efektif untuk ILTBC. 3HP adalah kombinasi obat dari rifapentine dan isoniazid yang dikonsumsi sekali seminggu selama 12 minggu. Dosis yang diberikan maksimal 900 mg/hari untuk isoniazid dan rifapentine (disesuaikan dengan berat badan). Obat dikonsumsi sekali seminggu, disarankan pada waktu yang sama (pagi, siang, sore, atau malam) saat perut kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan).  

Pada anak-anak, rifapentine dapat dikonsumsi dengan cara dihancurkan dan dicampur dengan sedikit makanan, seperti bubur, puding, yogurt, dan makanan lain untuk mengurangi rasa pahitnya.  

Namun, rifapentine tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan buah atau makanan yang berbasis buah. 

Sumber Gambar (Leaflet) : Kemenkes, R. I. (2020). Petunjuk Teknis Penanganan Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTBC). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Baca Juga: Apa Itu Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) ?

Siapa saja yang dapat diberikan 3HP 

Pemberian Isoniazid dan Rifapentine mingguan selama tiga bulan (3HP) sebagai terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) dalam petunjuk teknis 2020 ditujukan kepada beberapa kelompok: 

  1. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang tidak terdiagnosa TBC aktif lebih dari 2 tahun
  2. Kontak serumah dengan pasien TBC paru yang terkonfirmasi bakteriologis, anak-anak di usia 2-4  tahun.
  3. Kontak serumah dengan pasien TBC paru yang terkonfirmasi bakteriologis, > 5 tahun
  4. Kelompok risiko lainnya dengan HIV negatif 

Regimen 3HP (enam bulan isoniazid harian) tidak direkomendasikan untuk beberapa kelompok yaitu 

  • Anak-anak di bawah usia dua tahun tidak dianjurkan untuk menerima pengobatan 3HP karena dosis yang tepat belum ditetapkan.
  • Pasien yang sedang mengonsumsi obat tertentu yang berinteraksi dengan 3HP, seperti inhibitor protease untuk HIV, sebaiknya tidak menggunakan 3HP. 
  • Orang yang diduga terinfeksi M. tuberculosis yang menunjukkan resistensi terhadap isoniazid dan/atau rifampin tidak dianjurkan untuk menggunakan 3HP. 
  • Wanita hamil harus berhati-hati dalam menggunakan 3HP hingga hasil penelitian mengenai keamanan penggunaan pada wanita hamil tersedia. 
  • Wanita yang tidak dapat atau tidak mau menggunakan metode kontrasepsi, karena 3HP dapat mengurangi efektivitas kontrasepsi hormonal. Mereka disarankan untuk menggunakan metode penghalang seperti kondom atau diafragma. 
  • Pasien yang sebelumnya mengalami efek samping atau reaksi hipersensitivitas terhadap isoniazid, rifampin, atau rifapentine sebaiknya tidak menggunakan 3HP. 
  • Jika selama menjalani Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) dengan regimen 3HP pasien didiagnosis dengan malaria, lakukan pengobatan malaria terlebih dahulu. Setelah pengobatan malaria selesai dan gejala menghilang, lanjutkan dengan TPT seperti yang dijadwalkan.

Kelebihan paduan obat 3HP

  1. Durasi pengobatan yang lebih singkat dibandingkan dengan beberapa paduan TPT lainnya. Paduan ini lebih memudahkan pasien untuk mematuhi pengobatan, mengurangi kemungkinan terjadi kelalaian atau putusnya pengobatan.    
  2. Paduan 3HP memiliki tingkat keamanan dan tolerabilitas yang baik, dengan efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan beberapa obat TPT lainnya. Paduan 3HP dapat digunakan pada usia mulai ≥2 tahun. Namun, tidak direkomendasikan untuk anak berusia < 2 tahun dan ibu hamil karena hingga saat ini belum ada data atau informasi terkait dengan keamanan rifapentine. 

Paduan TPT 3HP sudah disediakan oleh Kemenkes RI bekerjasama dengan Yayasan KNCV Indonesia sejak tahun 2022 melalui proyek IMPACT4TBC. Oleh karena itu, penting untuk menyadari bahwa TPT 3HP, memainkan peran penting dalam mengobati ILTBC di Indonesia.

Obat TPT 3HR

Apa itu Obat TPT 3HR? 

Rifampisin bekerja dengan menghambat sintesis RNA pada bakteri Mycobacterium tuberculosis, sehingga membunuh bakteri. Isoniazid menghambat pembentukan dinding sel bakteri, yang penting untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup bakteri.    

Berapa dosis yang diberikan untuk 3HR? Rifampisin diberikan dengan dosis 10 mg/kg per hari (maksimal 600 mg), sedangkan Isoniazid diberikan dengan dosis 5 mg/kg per hari (maksimal 300 mg). Kombinasi ini diminum setiap hari selama 3 bulan. Paduan 3HR telah terbukti efektif dalam mencegah perkembangan TBC aktif pada orang dengan TBC laten. Studi Updated Network Meta-Analysis yang dilakukan oleh Zenner D et. al pada tahun 2017, menunjukkan bahwa kombinasi Rifampisin dan Isoniazid selama 3 bulan setara dengan pengobatan Isoniazid selama 6 bulan dalam hal efektivitas.  Studi terbaru mengenai Sistematic Review dan Network Meta-Analysis yang dilakukan oleh Yoopotech et al. pada tahun 2023, menunjukkan bahwa kombinasi Rifampisin dan Isoniazid selama 3 bulan lebih baik dari dengan pengobatan Isoniazid selama 6 bulan dan 3HP dalam hal pencegahan terhadap TBC.

Sumber Gambar (Leaflet) : Kemenkes, R. I. (2020). Petunjuk Teknis Penanganan Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTBC). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Siapa saja yang dapat diberikan 3HR?

Pemberian 3HR sebagai terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) dalam petunjuk teknis 2020 ditujukan kepada beberapa kelompok:

  1. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang tidak terdiagnosa TBC aktif kurang dari 2 tahun* 
  2. Kontak serumah dengan pasien TBC paru yang terkonfirmasi bakteriologis, anak-anak di usia kurang dari 2 tahun.
  3. Semua umur

Untuk anak-anak dengan gizi buruk atau infeksi HIV, diberikan vitamin B6 dengan dosis sebagai berikut:

  • 0 mg untuk dosis INH (Isoniazid) ≤ 200 mg/hari.
  • 20 mg (2×10 mg) untuk dosis INH > 200 mg/hari. 

Baca Juga: Infeksi Laten TBC: Bagaimana Cara Mengetahuinya?

Apakah 3HR dapat memberikan efek samping? 

Seperti semua pengobatan, paduan 3HR dapat memiliki potensi efek samping, termasuk hepatotoksisitas (risiko kerusakan hati, terutama pada orang dengan riwayat penyakit hati atau konsumsi alkohol), reaksi alergi (termasuk ruam kulit, gatal-gatal, dan demam), serta efek samping gastrointestinal seperti mual, muntah, dan diare. Oleh karena itu, untuk memastikan keamanan dan efektivitas pengobatan, penting dilakukan pemeriksaan fungsi hati sebelum dan selama pengobatan, terutama pada mereka yang berisiko tinggi.   

Pasien juga harus mendapatkan edukasi mengenai tanda-tanda efek samping dan pentingnya kepatuhan terhadap pengobatan, serta dukungan dan konseling untuk membantu mereka tetap konsisten menjalani terapi selama 3 bulan.

Referensi: 

  1. World Health Organization. (2020). Latent TBC Infection: Updated and consolidated guidelines for programmatic management. 
  2. World Health Organization. (2020). WHO consolidated guidelines on tuberculosis: tuberculosis preventive treatment. World Health Organization.
  3. Centers for Disease Control and Prevention. (2020). Latent TBC Infection Treatment Regimens. 
  4. Sterling, T. R., Villarino, M. E., Borisov, A. S., et al. (2011). Three months of rifapentine and isoniazid for latent tuberculosis infection. New England Journal of Medicine, 365(23), 2155-2166. 
  5. Kemenkes, R. I. (2020). Petunjuk Teknis Penanganan Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTBC). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 
  6. Zenner D, Beer N, Harris RJ, Lipman MC, Stagg HR, van der Werf MJ. Treatment of Latent Tuberculosis Infection: An Updated Network Meta-analysis. Ann Intern Med. 2017 Aug 15;167(4):248. 
  7. Yoopetch, P., Anothaisintawee, T., Gunasekara, A. D. M., Jittikoon, J., Udomsinprasert, W., Thavorncharoensap, M., … & Chaikledkaew, U. (2023). Efficacy of anti-tuberculosis drugs for the treatment of latent tuberculosis infection: a systematic review and network meta-analysis. Scientific Reports, 13(1), 16240

Baca Juga: Infeksi Laten TBC: Bagaimana Cara Mengetahuinya? 

[/fusion_text][/fusion_builder_column][/fusion_builder_row][/fusion_builder_container]
  • 2 April 2024

    Perjuangan Indonesia Melawan TBC RO Perjuangan Indonesia melawan TBC RO terus berlanjut. Upaya tersebut [...]

  • 11 October 2023

    [Scroll down for English version] Ibu D, seorang ibu rumah tangga, menghadapi masalah Kesehatan yang [...]

  • 4 September 2023

    Apa itu pemeriksaan Viral Load (VL) HIV? Pemeriksaan Viral load (VL) HIV adalah pemeriksaan [...]

  • 26 August 2023

    [Scroll down for English version] Sebuah catatan dari komunitas terdampak TBC dan masyarakat sipil [...]