HARI BIDAN: HARAPAN BAGI BIDAN DI TENGAH PENANGGULANGAN COVID-19

5 May 2021

Saat ini pemerintah tengah menggalakkan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 sebagai salah satu upaya penanggulan pandemi. Tentunya tenaga kesehatan, baik dokter, perawat, dan bidan menjadi sosok penting yang berperan dalam melakukan vaksinasi guna mendukung tercapainya target vaksinasi bagi masyarakat. Hal ini diharapkan tidak hanya dapat memberikan dampak pada penurunan kasus COVID-19, namun juga membantu mengembalikan layanan kesehatan lain sehingga masyarakat dapat lebih mudah mengakses layanan kesehatan. Meski demikian, ketika tenaga kesehatan kemudian difokuskan pada pelaksanaan vaksinasi, tentu berdampak pada pelaksanaan layanan kesehatan lain terkait dengan SDM yang dilibatkan dalam kegiatan vaksinasi.

dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes RI, saat dihubungi secara daring menyebutkan bahwa perkembangan vaksinasi sudah memasuki tahap kedua. Total sebanyak 38 juta masyarakat yang mendapat vaksinasi dimana 17 juta untuk tenaga kesehatan dan pemberi layanan publik, dan sisanya untuk lansia. Untuk tenaga kesehatan sendiri sudah sebanyak 1,47 juta atau 91 persen yang mendapatkan vaksinasi.

Meski demikian, target vaksinasi masih belum mencapai target yang diharapkan. Harapannya edukasi mengenai vaksin dapat tersampaikan dengan baik kepada masyarakat. Tentu hal ini juga berkaitan dengan informasi mengenai sejumlah penyakit komorbid yang menjadi catatan dalam pemberian vaksinasi, seperti halnya tuberkulosis. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes No. HK. 02.02/4/1/2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), yang direkomendasikan diberikan vaksin COVID-19 adalah pasien TBC yang sudah menjalani pengobatan minimal 2 minggu.

“Terkait pelayanan tuberkulosis ada kendala karena ada banyak kegiatan yang dilakukan sebelum pandemi tidak dilakukan. Dan sejauh ini hanya 30 persen yang sadar untuk melakukan pengobatan TBC. Sementara sisanya masih belum sadar sehingga tidak dapat ditangani dengan baik,” ujar dr. Nadia dalam pernyataannya saat dihubungi melalui telpon.

Tentu dengan belum adanya sejumlah kasus TBC yang belum tertangani dengan baik juga menjadi hambatan dalam pengendalian COVID-19 melalui program vaksinasi nasional, karena mereka yang belum menjalani pengobatan tidak dapat diberikan vaksinasi COVID-19.

Tantangan SDM Pada Layanan Tuberkulosis

Di tengah situasi pandemi COVID-19, layanan kesehatan lain termasuk juga TBC dialih fungsikan menjadi layanan COVID. Meski demikian agar fasilitas kesehatan lain tetap berjalan maka kemudian perlu dipindahkan dari segi lokasi layanan. Selama pandemi, penemuan kasus TBC menurun hanya sebanyak 40 persen, sementara pengobatan juga turun sebanyak 1 persen karena ketidakpatuhan pengobatan. Selain itu tantangan ketiga adalah 30-40 persen sumber daya kesehatan diperbantukan untuk menangani COVID-19.

“Di Puskesmas, sebanyak 80 persen tenaga kesehatan diperbantukan untuk menangani COVID-19, Aspek yang juga cukup terdampak tentunya adalah mengenai SDM dan peralatan yang diperbantukan,” ujar dr. Nadia.

Meski demikian di tengah sejumlah tantangan tersebut beliau menyebutkan ada beberapa upaya yang dilakukan pemerintah agar fasilitas layanan kesehatan lain tetap berjalan. Pertama, layanan kesehatan lain, termasuk TBC tetap dilakukan dan dibuka kembali, kemudian adanya penyesuaian protokol kesehatan sehubungan dengan mekanisme pengambilan obat bagi pasien TBC, termasuk dalam hal pemantauan pengobatan.

“Saat ini ada SOBAT TB dan EMPATI yang dapat digunakan untuk melakukan proses edukasi dan pendampingan bagi pasien TBC, dan TBC RO sehingga meminimalisir kunjungan ke fasilitas kesehatan,” terang dr. Nadia.

Dengan adanya aplikasi tersebut tentunya bisa menjawab tantangan terkait dengan berkurangnya tenaga kesehatan yang diperbantukan untuk layanna COVID-19. Selain itu pengaturan waktu kerja juga perlu tetap dilakukan, agar layanan kesehatan lain tetap dapat berjalan. Kemudian berbicara mengenai SDM, yaitu tenaga kesehatan yang mayoritas adalah perempuan tentu juga berbicara mengenai adanya aspek kesetaraan gender. Sehubungan dengan komitmen global dimana perlu memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terutama perawat dan bidan yang hampir 70 persen adalah perempuan, maka perlu adanya kesetaraan gender.

Dalam pernyataannya dr. Nadia menyebutkan bahwa selama ini tidak ada pembedaan khusus antara tenaga kesehatan perempuan dan laki-laki. Semua mendapatkan hak dan perlindungan yang sama. Meski demikian ada sejumlah hal yang menjadi perhatian terkait dengan tenaga kesehatan perempuan, dimana hak untuk cuti hamil dan menyusui tetap harus diberikan. Termasuk juga hak untuk bisa berkumpul dengan anak dan keluarganya.

 

Harapan Bagi Bidan di Tengah Penanggulangan COVID-19

Bidan adalah seorang “pahlawan” yang ikut berperan dalam perjuangan para ibu sewaktu melahirkan si buah hati. Menurut Ikatan Bidan Indonesia (IBI), bidan merupakan seorang wanita yang lulus pendidikan kebidanan yang diakui oleh pemerintah dan organisasi profesi di wilayah NKRI, serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk register, tersertifikasi dan secara sah mendapat lisensi untuk membuka praktek kebidanan. Namun dalam keadaan tertentu, apabila tidak ada tenaga kesehatan yang memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan pelayanan kesehatan dan tidak memungkinkan untuk dirujuk, maka seorang bidan dapat memberikan pelayanan kedokteran/kefarmasian diluar kewenangannya dalam batas tertentu. Demikian pula dalam keadaan pandemi seperti Covid-19 sekarang ini, dimana dibutuhkan banyak tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan Vaksinasi kepada jutaan orang, maka Bidan menjadi salah satu tenaga kesehatan yang ditugaskan untuk membantu tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan Vaksinasi.

Bidan merupakan salah satu fungsi esensial dalam program kesehatan masyarakat. Selain mereka membantu memastikan kesehatan ibu hamil, bayi dan balita, mereka juga berperan dalam mendeteksi serta menemukan kasus terkait TBC di masyarakat. Bertepatan dengan hari bidan sedunia tanggal 5 Mei, dr. Nadia berharap selain dapat tetap mendukung dalam pelaksanaan program vaksinasi nasional, bidan tetap bersemangat dalam program imunisasi rutin bagi bayi dan balita yang selama ini sudah berlangsung.

”Sebenarnya lebih kepada apresiasi untuk dedikasi yang diberikan selama ini, baik untuk kontribusi dalam penanganan COVID, edukasi masyarakat, serta membantu dalam mengurangi angka kematian ibu dan bayi dalam masa persalinan dan kelahiran,” ujar dr. Nadia.

Bidan sebagai tenaga kesehatan, yang juga perempuan tentu memiliki peran ganda yang mayoritas adalah ibu rumah tangga. Penanggulangan COVID-19 tentunya menambah peran mereka, meski demikian dukungan sarana prasarana dalam upaya peningkatan pelayanan kebidanan, seperti APD dalam era pandemi COVID-19 dapat tetap diberikan untuk melindungi mereka dalam melaksanakan tugas demi kesehatan masyarakat. Selain itu juga, penguatan peran bidan dalam masa pandemi juga perlu dilakukan dengan dukungan kebijakan yang berorientasi pada pemenuhan akses, mutu dan pembinaan.

 

Sumber:
UU No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan,
Definisi bidan di situs web Ikatan Bidan Indonesia.

 

Teks: Melya
Editor: Wera Damianus
Gambar: Amadeus Rembrandt

  • 21 August 2024

      Sobat TB, di artikel sebelumnya kita sudah membaca tentang apa itu TPT. Sekarang kita [...]

  • 21 August 2024

    Tidak semua orang yang terinfeksi TBC akan mengalami gejala penyakit TBC Semua orang bisa terkena [...]

  • 21 August 2024

    Menurut WHO Global TB Report 2023, Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban TBC resistan [...]

  • 20 August 2024

    Jakarta – Dalam rangka memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia yang ditetapkan setiap tanggal 24 Maret, [...]