Nila Moeloek : Peran Lintas Sektor Untuk Mengakhiri Tuberkulosis di Indonesia

1 April 2020

Menjadi Menteri Kesehatan di negara berkembang dengan 264 juta penduduk, tentunya memiliki tantangan tersendiri bagi Prof. Dr. dr. Nila Djuwita Faried Anfasa Moeloek, SpM. mengingat banyak masalah kesehatan yang dihadapi. Selain gizi yang hingga saat ini masih menjadi program prioritas pemerintah, juga masalah tuberkulosis dimana Indonesia masih menempati urutan tiga dunia untuk beban kasus TBC tertinggi di dunia. Nila Moeloek adalah mantan Menteri Kesehatan Indonesia pada Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo tahun 2014-2019.

“Pemberantasan TBC perlu dilakukan secara terpadu. Hal ini dikarenakan penyakit menular ini tidak hanya semata soal kesehatan, namun juga terkait dengan pengelolaan lingkungan serta keterpenuhan gizi,” ujar Nila Moeloek.

Nila Moeloek yang juga berprofesi sebagai guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini pernah menghadiri pertemuan Dewan Koordinasi Stop Tuberkulosis (TB) Partnership ke-29 di Rocco Forte Hotel da Rome, Berlin, Jerman. Dalam paparannya beliau menjelaskan ada enam topik penghentian TBC, dimana salah satunya adalah kebutuhan vaksin yang lebih efektif dari vaksin BCG. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2018, disebutkan bahwa estimasi jumlah kasus TBC di Indonesia mencapai sekitar 842.000 kasus. Sementara jumlah kasus TBC anak yang kurang lebih mencapai angka 52.929 kasus. Hal ini yang kemudian membuat Nila mempertanyakan keefektifan vaksin BCG yang selama ini diberikan kepada anak-anak.

Meski belum ada pengembangan lebih lanjut mengenai vaksin ini, beliau menyatakan ada hal lain juga yang tak kalah penting untuk upaya eliminasi TBC. Menurutnya untuk mengakhiri TBC pada 2030, pemerintah tidak dapat bekerja sendiri. Butuh komitmen yang kuat dan tindakan dari seluruh sektor, termasuk juga masyarakat.

“Masyarakat juga dapat menjadi jembatan untuk mengakhiri TBC. Pada saat yang bersamaaan, pemerintah, akademisi dan sektor lain juga bekerja sehingga dapat menurunkan lebih cepat kasus TBC,” ujar Nila saat sesi diskusi.

Pembekalan informasi mengenai tuberkulosis melalui edukasi dan promosi menjadi salah satu hal yang perlu dilakukan. Upaya eliminasi tidak hanya bisa dicapai hanya dengan melakukan penemuan kasus dan pengobatan hingga tuntas, namun tak kalah penting adalah dengan pencegahan. Menurutnya kerjasama dengan lintas sektor menjadi salah satu langkah penting dalam membantu menyuarakan kepada masyarakat agar terbangun kesadaran tentang penyakit ini.

Seperti disebutkan di awal, masalah TBC tidak hanya masalah kesehatan, namun juga menyangkut aspek lainnya. Sehingga kolaborasi di semua tingkatan dan kalangan termasuk swasta dan dunia usaha, organisasi kemasyarakatan/keagamaan/profesi serta berbagai pemangku kepentingan lainnya sangatlah diperlukan. Dalam setiap pernyataannya, ibu 3 orang anak ini selalu mengajak agar setiap daerah menempatkan TBC sebagai salah satu agenda prioritas daerah sebagai bentuk komitmen mendukung program penanggulangan TBC.

Sumber:

https://nasional.tempo.co/read/877023/menteri-nila-moeloek-hadiri-pembahasan-tuberkulosis-di-berlin
https://mediaindonesia.com/read/detail/254412-eliminasi-tuberkulosis-2030-perlu-sinergi-lintas-sektor

Teks: Melya Findi
Editor: Erman Varella
Gambar: Agatha Karina dan Amadeus Rembrandt

  • 26 August 2023

    [Scroll down for English version] Sebuah catatan dari komunitas terdampak TBC dan masyarakat sipil [...]

  • 12 April 2023

    Jakarta - Dalam rangka memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia 2023, Yayasan KNCV Indonesia (YKI) bersama [...]

  • 11 April 2023

    Halo #SobatTB! Salam kenal, saya Aryudiht, saya seorang pegawai telekomunikasi di sebuah perusahaan swasta, [...]

  • 14 February 2023

    Sudah 20 tahun lebih Pak T berjuang menghadapi Tuberkulosis (TBC). Dokter mendiagnosis Pak T, [...]