Wakil Menteri Kesehatan Bersama Organisasi Profesi Dorong Pemberian TPT untuk Eliminasi TBC
11 February 2022
Tuberkulosis (TBC) masih menjadi masalah kesehatan dan menempati peringkat 10 teratas penyebab kematian di dunia. Berdasarkan Global TB Report WHO 2021, Indonesia merupakan negara dengan beban TBC tertinggi ketiga di dunia. Diestimasikan terdapat 824.000 kasus TBC baru pada tahun 2020 dengan angka kematian mencapai 93.000 kasus atau setara dengan 11 kematian/jam.
Tidak semua orang yang terinfeksi kuman TBC akan mengalami gejala sakit TBC. Kondisi ini disebut dengan infeksi laten tuberkulosis (ILTB). Infeksi Laten Tuberkulosis adalah suatu keadaaan dimana sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi tidak mampu mengeliminasi bakteri Mycobacterium tuberculosis dari tubuh secara sempurna tetapi mampu mengendalikan bakteri TBC sehingga tidak timbul gejala sakit TBC. Oleh sebab itu mereka dengan kondisi ini perlu mendapatkan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) untuk mencegah sakit TBC, terutama bagi kelompok berisiko seperti kontak serumah dan orang dengan HIV (ODHIV).
Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2021 disebutkan bahwa capaian pemberian TPT pada ODHIV hanya sebesar 5%, sedangkan capaian pada kontak serumah sebesar 0,2%Capaian ini masih jauh dari target cakupan TPT nasional, yaitu sebesar 40% pada ODHIV dan 29% pada kontak serumah. Salah satu tantangan dalam pemberian TPT yaitu masih ada keraguan petugas kesehatan termasuk dokter dalam memberikan TPT bagi populasi berisiko.
Melihat pentingnya meningkatkan cakupan pemberian TPT pada kontak serumah, ODHIV dan kelompok berisiko lainnya, hal ini melatarbelakangi Yayasan KNCV Indonesia (YKI) dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengadakan lokakarya virtual pada tanggal 10 Februari 2022 secara daring dengan tema “Expanding Access to TB Preventive Treatment (TPT) for household contact and PLHIV”. Kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasikan pemberian TPT pada kontak serumah dan ODHIV bagi organisasi profesi, yaitu IDI (Ikatan Dokter Indonesia), IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia), PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia), PDSRI (Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia). Kegiatan juga dihadiri oleh dinas kesehatan di seluruh provinsi di Indonesia dan mitra – mitra program TBC dan HIV lainnya.
Lokakarya ini menghadirkan dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, PhD, Wakil Menteri Kesehatan RI untuk memberikan sambutan pembukaan. Dalam sambutannya beliau mengatakan bahwa pemberian TPT merupakan salah satu upaya penting dalam eliminasi TBC tahun 2030.
”Untuk mengatasi rendahnya cakupan TPT saya mengharapkan dukungan dan peran serta semua pihak, termasuk segenap anggota organisasi profesi kesehatan dalam memberikan sosialisasi dan edukasi tentang pentingnya TPT kepada segenap anggota organisasi profesi masing-masing dan kepada seluruh masyarakat,” ujar dr. Dante dalam sambutannya.
Hal ini turut didukung oleh dr. Jhon Sugiharto, MPH, Direktur Eksekutif Yayasan KNCV Indonesia. Beliau mengatakan bahwa pemberian TPT bagi populasi berisiko dapat mendukung dalam penurunan insiden kasus TBC.
”Capaian TPT 2021 masih jauh di bawah target. Padahal penggunaan TPT dapat berkontribusi dalam upaya eliminasi TBC di negara dengan beban TBC tinggi, seperti Indonesia. Yayasan KNCV Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan memberikan perbantuan teknis dalam mendukung perluasan implementasi TPT di 34 provinsi melalui proyek IMPAAC4TB dengan dukungan dana Unitaid,” ujar dr. Jhon dalam sambutannya.
Acara ini turut menghadirkan sejumlah narasumber yang fokus dalam program penanggulangan TBC, diantaranya Shalala Ahmadova, MD, MPH dari WHO Indonesia yang memaparkan mengenai situasi dan kebijakan global dalam penerapan TPT; Dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Direktur P2PML, Kementerian Kesehatan RI yang memaparkan mengenai kebijakan dan analisa situasi TBC-HIV dan penerapan TPT di Indonesia; serta studi kasus dari fasilitas kesehatan yang telah menerapkan pemberian TPT bagi ODHIV dari RSUD H. Abdul Moeloek Lampung, RSUP Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan RS. St. Carolus Jakarta. Selain itu, Aurum Insitute dari Afrika Selatan yang diwakilkan oleh Regina Osih turut membagikan bukti penelitian di berbagai negara bahwa pemberian TPT tidak akan menyebabkan resistansi. Hal ini memberikan kepastian agar dokter tidak perlu ragu memberikan TPT.
dr. Heri Kurniawan, Sp.PD, K-P dari Koalisi Organisasi Profesi Indonesia untuk Penanggulangan Tuberkulosis (KOPI TB) membagikan materi mengenai pentingnya peran organisasi profesi dalam pelaksanaan pemberian TPT di Indonesia.
“Dalam upaya pemberian TPT bagi masyarakat, kami dari KOPI TB memiliki peran dalam hal pemberian advokasi, motivasi, tenaga fasilitator, pelaksana layanan TBC, termasuk dalam hal investigasi kontak, diagnosis, monitoring, hingga pemberian TPT bagi masyarakat,” terang dr. Heri dalam paparannya.
Teks: Melya
Editor: Yeremia PMR